Pengertian Liberalisme adalah faham yang
menghendaki adanya kebebasan kemerdekaan individu di segala bidang, baik dalam
bidang politik, ekonomi maupun agama. Liberalisme adalah suatu ideologi dan
pandangan falsafat serta tradisi politik yang mendasar pada kebebasan dan
kesamaan hak. Pada umumnya liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat untuk
bebas dengan kebebasan berfikir bagi setiap individu dengan menolak adanya
pembatasan bagi pemerintah dan agama, hal tersebut merupakan paham dari
liberalisme. Paham liberalisme adalah berasal dari kata spanyol yaitu
liberales, liberales merupakan nama suatu partai politik yang berkembang mulai
pada abad ke-20, dimana pada waktu itu memiliki suatu tujuan demi
memperjuangkan pemerintah yang berdasarkan konstitusi. Menurut faham itu titik
pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada individu, maka masyarakat
dapat tersusun, dan karena ada individu pula negara dapat terbentuk. Oleh
karena itu masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi
kebebasan kemerdekaan individu. Tiap-tiap Individu harus memiliki kebebasan dan
kemerdekaan dalam bidang politik, ekonomi dan agama.
Kebebasan- Kebebasan Dalam Paham
Liberalisme
a. Dalam
Bidang Politik
Terbentuknya
suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu. Maka yang berhak
mengatur menentukan segala-galanya adalah individu-individu itu. Dengan kata
lain kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan atau kemerdekaan individu tetap di
hormati dan dijamin, maka harus disusun dibentuk Undang-Undang, Hukum, Parlemen
dan lain-lain. Demokrasi yang dikehendaki oleh golongan liberal tadi kemudian
dikenal sebagai Demokrasi Liberal. Dalam alam demokrasi liberal itu
golongan yang kuat akan selalu memperoleh kemenangan, sedang golongan yang
lemah akan selalu kalah. Meskipun demikian demokrasi itu hingga sekarang dapat
berjalan dengan baik di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
b. Dalam
Bidang Politik
Liberalisme
menghendaki adanya sistim ekonomi besar. Tiap-tiap individu, tiap orang, harus
memiliki kebebasan kemerdekaan dalam berusaha, memilih mata pencaharian yang
disukai, mengumpulkan harta benda dan lain-lain. Pemerintah jangan mencampuri
masalah perekonomian, karena masalah itu adalah masalahnya individu. Semboyan
Kaum Liberal yang terkenal berbunyi adalah "Laisser faire, laisser
passer, ie monde va de lui meme" Artinya Produksi bebas,
perdagangan bebas, dunia akan berjalan sendiri. Dalam alam ekonomi liberal akan
terjadi persaingan hebat antara individu satu dengan individu lainnya.
Pengusaha-pengusaha dengan modal besar akan mudah menelan pengusaha-pengusaha
kecil. Akibatnya timbullah perusahaan-perusahaan raksasa yang dapat menguasai
perekonomian negara dan politik negara. Jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin makin lama makin bertambah lebar dan dalam.
c. Dalam
Bidang Agama
Liberalisme
menganggap masalah agama sebagai masalah indiviu, masalah pribadi. Tiap-tiap
individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan beragama. Oleh sebab itu
Liberalisme menolak campur tangan negara (Pemerintah) dalam bidang agama.
Kebebasan kemerdekaan beragama menurut pendapat liberalisme dapat diartikan
:
- Bebas merdeka memilih agama yang disukai
- Bebas merdeka menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
- Bebas merdeka untuk tidak memilih menganut masalah satu agama.
Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme
yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property).[2] Dibawah ini, adalah nilai-nilai
pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
- Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.[2] Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.[2]
- Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, di mana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – di mana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)[2]
- Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)[2]
- Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi di mana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.[2]
- Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)[2]
- Negara hanyalah alat (The State is Instrument).[2] Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk
tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu
sendiri.[2] Di dalam ajaran Liberal Klasik,
ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya
sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang
secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.[2]
- Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).[2] Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.[2]
·
Dua Masa Liberalisme
·
Liberalisme
adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan.[2] Ada dua macam Liberalisme, yakni
Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern.[2] Liberalisme Klasik timbul pada awal
abad ke 16.[2] Sedangkan Liberalisme Modern mulai
muncul sejak abad ke-20.[2] Namun, bukan berarti setelah ada
Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan
oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme
Klasik itu masih ada.[2] Liberalisme Modern tidak mengubah
hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada
tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru.[2] Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme
Klasik itu tidak pernah berakhir.[2]
·
Dalam
Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan.[2] Setiap individu memiliki kebebasan
berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham,
yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi).[2] Meskipun begitu, bukan berarti
kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena
kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan.[2] Jadi, tetap ada keteraturan di
dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan
bebas yang sebebas-bebasnya.[4]
·
Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik
·
Tokoh yang
memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun
sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan
yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.
·
Kedua tokoh
ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan
konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of
Nature.[5] Namun dalam perkembangannya, kedua
pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama
lainnya.[5] Jika ditinjau dari awal, konsepsi State
of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda.[5] Hobbes (1588 – 1679) berpandangan
bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) –
sesuai dengan fitrahnya.[5] Namun, manusia ingin hidup damai.[5] Oleh karena itu mereka membentuk
suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat
perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain di mana perjanjian ini
memerlukan pihak ketiga (penguasa).[5] Sedangkan John
Locke (1632 –
1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun
karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak
individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang
diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi
penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’.[5] Sehingga, mereka memiliki bentuk
akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), di mana Hobbes berpendapat
akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional.[5] Bertolak dari kesemua hal tersebut,
kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi
individualisme.[5] Inti dari terbentuknya Negara,
menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun
baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara.[5] Sedangkan Locke berpendapat,
keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara
menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai
penetralisasi konflik.[5]
·
Para ahli
ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar
sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan
yang mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan
politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat
yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar
berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam
Smith (1723-1790).
Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh
Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. Pertama,
haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik, kedua,
perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan
kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga,
pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke
arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi
seharusnya diatur oleh kekuatan pasar di mana kedudukan manusia sebagai
individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
Relevansi
kekuatan Individu Liberalisme Klasik dalam Demokrasi dan Kapitalisme
Telah dikatakan bahwa setidaknya ada
dua paham yang relevan atau menyangkut Liberalisme Klasik. Dua paham itu adalah
paham mengenai Demokrasi dan Kapitalisme.
* Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat
nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah
mempraktikkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi
manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap
anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.
Jelaslah bahwa demokrasi
berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi
haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan
yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan
melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di
dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk
melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi
itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya
pada kedaulatan
Rakyat.[6]
* Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan
rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam
tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti
luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di
pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang
diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara
untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama
ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara
dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama
individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan
untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok
dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa
ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa
kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.[7]
Pengertian Sistem Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusionnal) adalah sistem
politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal,
keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk
pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti
tercantum dalam konstitusi.[2]
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad
Pencerahan oleh
penggagas teori kontrak
sosial seperti Thomas
Hobbes, John
Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang
Dingin, istilah
demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik
Rakyat. Pada zaman
sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem
politik dan demokrasi barat di Amerika
Serikat, Britania
Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat
berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh
negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania
Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis).
Semasa
perang dingin istilah Demokrasi Liberal sangat bertolak belakang dengan
Komunisme. Demokrasi Liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak
warga negara, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dan karenanya lebih
bertujuan menjaga tingkat representasi warga negara dan melindunginya dari
tindakan kelompok atau negara lain.
Amerika
adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi liberal dengan
konstitusi yang dipakai berupa republik. Amerika serikat sering dijadikan acuan
keberhasilan demokrasi liberal oleh Negara-negara barat maupun Negara dunia
ketiga seperti Indonesia salah satunya.Demokrasi liberal cukup berhasil di
amerika serikat dimana kebebasan individu mendapat tempat yang tinggi di Negara
tersebut.Negara tidak berhak mengatur dan membatasi kebebasan individu yang
telah dilindungi oleh konstitusi.
Dalam
system kepartaian Amerika menganut dwi partai atau hanya ada dua partai di
Negara tersebut yaitu partai republic dan democrat. Hal ini memberikan
rakyatnya kebebasan memilih pemimpin sesuai kepentingan politiknya baik yang
berhaluan konservatif maupun yang liberal.
Berikut adalah beberapa
pengertian tentang sistem pemerintahan Demokrasi liberal.
Demokrasi
liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi
secara konstitusional hak – hak individu dari kekuasaan pemerintah
Dalam demokrasi liberal, keputusan – keputusan mayoritas (dari proses
perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang bidang
kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan–pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak – hak individu seperti
tercantum dalam konstitusi
Demokrasi
liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori
kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jackques Rousseau.
Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan
komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekaran demokrasi konstitusional
umumnya dibanding–bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipasi.
Demokrasi
liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika
Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik
(Amerika, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya dan
Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem
presiedensial (AS), sistem parlementer (sistem westminster : Britania Raya dan
Negara –negara persemakmurannya) atau sistem semi presidensial (Perancis).
Demokrsi
liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Perdana Menteri dan menteri – menteri dalam kabinet
diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden
menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal sering disebut sebagai
demokrasi parlementer.
Di
Indonesia, demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya maklumat pemerintah No.
14 Nov. 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Demokrasi liberal
lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak – hak warga negara,
baik sebagai individu ataupun masyarakat.
Ciri-ciri
Demokrasi Liberal :
- Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol
- Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional
- Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
- Kelompok minoritas (agama,etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya
INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Pelaksanaan
demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang
Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal
3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di
Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai
politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti
memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi
liberal adalah sebagai berikut :
- Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
- Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
- Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
- Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
A. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin
Oleh : Muhammad Natsir
Program
:
1.
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2.
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5.
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Hasil
:
Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
–
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
–
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Adanya
mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai
DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai
DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan
kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin
Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program
:
- Menjamin keamanan dan ketentraman
- Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
- Mempercepat persiapan pemilihan umum.
- Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil
:
Tidak
terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
- Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah Irian barat belum juga teratasi.
- Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin
Oleh : Mr. Wilopo
Program
:
- Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
- Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Hasil
: –
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
- Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
- Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
- Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan
ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya
parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan
menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah
mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan
perang dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti
peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan
Sukarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Intinya
peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian
dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli).
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Akibat
peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus
1955)
Kabinet
ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin
Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program
:
- Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
- Pembebasan Irian Barat secepatnya.
- Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil
:
- Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi
:
- Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
- Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Nu
menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret
1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin Harahap
Program
:
- Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
- Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
- Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil
:
- Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
- Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
- Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
- Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
- Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
Banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun
jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen
yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret
1957)
Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin
Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program
:
Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
- Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
- Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
- Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain
itu program pokoknya adalah,
- Pembatalan KMB,
- Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
- Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil
:
Mendapat
dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning
and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
- Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
- Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
- Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
- Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
- Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Mundurnya
sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan
kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin
Oleh : Ir. Juanda
Program
:
Programnya
disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi keadaan Republik Indonesia
- Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu
dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.
Hasil
:
- Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
- Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
–
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
–
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
–
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam
kesatuan negara.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Berakhir
saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah
babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL
Meskipun
Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.
Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai
dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor
yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
- Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
- Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
- 3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
- Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
- Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
- Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
- Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
- Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
- Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
- Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah
jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1.
Mengurangi jumlah uang yang beredar
2.
Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara
masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
1.
Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA
LIBERAL
Kehidupan
ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan
yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan
ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya
memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal
setengahnya.
Kebijakan
ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan
SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya
untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya
rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari
pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem
ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet
Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan).
Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur
ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
Menumbuhkan
kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan
kredit.
Para
pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan
Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi
tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan
pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
- Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
- Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
- Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
- Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
- Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
- Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya
program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono
memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari
golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai
produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring
meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya
adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.
Perubahan
mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951
berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem
ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian
kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah
- Untuk memajukan pengusaha pribumi.
- Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
- Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
- Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali
digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba
digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan
kebijakan Ali-Baba,
- Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
- Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
- Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Program
ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha
pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia
menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
Pengusaha
pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa
Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai
kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :
Persetujuan
Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan
Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan
Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya
pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil
langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap
melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya
untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga,
tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang
pembatalan KMB.
Dampaknya
:
Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum
mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa
kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih
berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program
yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro
ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri
perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui
DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan
12,5 miliar rupiah.
RPLT
tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya
depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan
awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan
pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya
ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa
kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional
Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk
mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan
tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
- Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
- Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
- Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
- Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
- Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
Sumber:
^ Blackwell Dictionary of Modern
Social Thought, Blackwell Publishing 2003, p. 148
^ "Democracy and Citizenship:
Glossary". American
politics. The University of Texas at Austin. Diakses tanggal 2004-08-09.
0 komentar:
Posting Komentar